Dan harapan itu masih ada!
Bangsa ini telah merdeka selama 63 tahun. Usia dimana seorang ayah biasa menunggu 'waktu' sambil menyaksikan jerih payahnya mendidik putra-putrinya. Maka ada yang menangis haru, namun tak sedikit pula yang harus menangis sedih. terharu karena dia melewati 63 tahun, lengkap dengan fase-fase didalamnya, secara baik. Dikala muda ia berhasil mengokohkan karakternya, saat tua pun dia sukses mewariskannya kepada penerusnya. indah sekali. Namun lihatlah mereka yang dikala mudanya harus merelakan karakter terbaiknya terkikis penyakit sejarah, akhirnya kelak mereka tidak akan mewariskan apa-apa.
Salah satu karakteristik generasi pendahulu yang baik adalah pengorbanan. Dengarlah laungan suara Ibnu al-Jauzi di pantai Dajlah di Baghdad:
“Langkah pertama (di jalan ini) ialah pengorbanan jiwa.
Ini adalah serius. Siapakah yang hendak melaluinya?”
Sentiasa ada generasi yang berseri-seri wajahnya di segenap pelosok muka bumi, menyahut seruan Ibnu al-Jauzi ini dan berkata:“Kamilah yang akan mengikutinya.
Sejarah pun membuktikan bahwa inilah yang dilakukan para pendahulu bangsa ini, mereka yang hidup sebelum tahun '45. Hari-hari mereka beriringkan senandung kerinduan akan sebuah kemerdekaan. Mimpi mereka satu, dan itu sangat jelas, agar siapapun yang hidup setelah mereka tidak susah!. Bagi mereka slogan "baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur" adalah nilai mahal yang harus dibayar dengan darah sekaligus. Mereka ikhlas.
Bagaimanakah dengan generasi pasca '45?. Tampaknya mereka belum menyepakati visi Indonesia setelah kemerdekaan. Masing-masing pemimpin mengarahkan bangsa ini sesuai mimpinya sendiri, bukan mimpi 250 juta rakyat Indonesia. Berbagai permasalahan pun bermunculan dan tumbuh berkembang dengan subur. Dari persoalan keyakinan (agama), krisis pangan, krisis energi, krisis keuangan, sampai politik praktis. Artinya kalau dahulu kita dijajah oleh bangsa lain selama ratusan tahun, kali ini penjajah kita justru permasalahan internal bangsa. ironis.
Salah satu yang mendasari itu semua adalah nasionalisme. dan itulah yang hilang dari bangsa ini. padahal atas dasar nasionalisme-lah, dr. Wahidin Soedirohusodo, dr. Sutomo, dan para mahasiswa, di Gedung STOVIA Jakarta, bersama-sama mendirikan organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, seratus tahun yang lalu. Organisasi ini, kemudian mendorong tumbuhnya berbagai organisasi lain di seluruh pelosok tanah air. Organisasi-organisasi yang didirikan oleh berbagai elemen bangsa di seluruh Nusantara, kemudian bersatu padu, bersumpah setia pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar Sumpah Pemuda. Puncak perjuangan bangsa kita adalah Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. sangat sistematis.
Kita mampu mengatasi itu semua, karena kita yakin, bangsa kita adalah bangsa yang besar. Mudah-mudahan momentum Peringatan 63 Tahun Kemerdekaan Indonesia dapat menumbuhkan kesadaran dan semangat juang rakyat Indonesia dalam rangka memperkuat kepribadian bangsa, memperkokoh nilai-nilai budaya bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkuat jiwa persatuan dan kesatuan bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
Bangkitlah negeriku harapan itu masih adaBerjuanglah bangsaku jalan itu masih terbentang!
Salah satu karakteristik generasi pendahulu yang baik adalah pengorbanan. Dengarlah laungan suara Ibnu al-Jauzi di pantai Dajlah di Baghdad:
“Langkah pertama (di jalan ini) ialah pengorbanan jiwa.
Ini adalah serius. Siapakah yang hendak melaluinya?”
Sentiasa ada generasi yang berseri-seri wajahnya di segenap pelosok muka bumi, menyahut seruan Ibnu al-Jauzi ini dan berkata:“Kamilah yang akan mengikutinya.
Sejarah pun membuktikan bahwa inilah yang dilakukan para pendahulu bangsa ini, mereka yang hidup sebelum tahun '45. Hari-hari mereka beriringkan senandung kerinduan akan sebuah kemerdekaan. Mimpi mereka satu, dan itu sangat jelas, agar siapapun yang hidup setelah mereka tidak susah!. Bagi mereka slogan "baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur" adalah nilai mahal yang harus dibayar dengan darah sekaligus. Mereka ikhlas.
Bagaimanakah dengan generasi pasca '45?. Tampaknya mereka belum menyepakati visi Indonesia setelah kemerdekaan. Masing-masing pemimpin mengarahkan bangsa ini sesuai mimpinya sendiri, bukan mimpi 250 juta rakyat Indonesia. Berbagai permasalahan pun bermunculan dan tumbuh berkembang dengan subur. Dari persoalan keyakinan (agama), krisis pangan, krisis energi, krisis keuangan, sampai politik praktis. Artinya kalau dahulu kita dijajah oleh bangsa lain selama ratusan tahun, kali ini penjajah kita justru permasalahan internal bangsa. ironis.
Salah satu yang mendasari itu semua adalah nasionalisme. dan itulah yang hilang dari bangsa ini. padahal atas dasar nasionalisme-lah, dr. Wahidin Soedirohusodo, dr. Sutomo, dan para mahasiswa, di Gedung STOVIA Jakarta, bersama-sama mendirikan organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, seratus tahun yang lalu. Organisasi ini, kemudian mendorong tumbuhnya berbagai organisasi lain di seluruh pelosok tanah air. Organisasi-organisasi yang didirikan oleh berbagai elemen bangsa di seluruh Nusantara, kemudian bersatu padu, bersumpah setia pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar Sumpah Pemuda. Puncak perjuangan bangsa kita adalah Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. sangat sistematis.
Kita mampu mengatasi itu semua, karena kita yakin, bangsa kita adalah bangsa yang besar. Mudah-mudahan momentum Peringatan 63 Tahun Kemerdekaan Indonesia dapat menumbuhkan kesadaran dan semangat juang rakyat Indonesia dalam rangka memperkuat kepribadian bangsa, memperkokoh nilai-nilai budaya bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkuat jiwa persatuan dan kesatuan bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
Bangkitlah negeriku harapan itu masih adaBerjuanglah bangsaku jalan itu masih terbentang!
8/10/2008 01:13:00 PM | Label: catatan harian, kontemplasi, pemikiran | 1 Comments
waktu
Hadits : "Al waktu kasy syaif"
Waktu itu seperti pedang
waktu itu adalah uang
waktu itu tak akan berulang
waktu itu adalah peluang
bila lengah memanfaatkan waktu terpenggal pedang
bila lengah dengan waktu tak akan dapat uang
bila lengah dengan waktu tak dapat peluang
bila lengah dengan waktu berarti berhutang yang panjang
bila lengah dengan waktu belum nama pejuang
Manfaatkan waktu itu semaksimal mungkin,anakku...
Tidak semua orang punya waktu/kesempatan
Tidak semua orang punya keuntungan
Namun semua orang harus ujian
Lengah sedikit harus beresiko menanggung kerugian
Tidak semua orang cermat dengan waktu
Jangan jadikan kalbu itu bisu dan tuli
Karena hidup di dunia hanya sekali
Ujian yang berat adalah karena dipuji
Ingatlah kamu harus tahu siapa dirimu
Hamba Allah yang selalu mengabdi
yang harus selalu bertawakal kepada Ilahi Robbi
Semoga sukses selalu...Rahmat Allah menyertaimu
Bapak
Waktu itu seperti pedang
waktu itu adalah uang
waktu itu tak akan berulang
waktu itu adalah peluang
bila lengah memanfaatkan waktu terpenggal pedang
bila lengah dengan waktu tak akan dapat uang
bila lengah dengan waktu tak dapat peluang
bila lengah dengan waktu berarti berhutang yang panjang
bila lengah dengan waktu belum nama pejuang
Manfaatkan waktu itu semaksimal mungkin,anakku...
Tidak semua orang punya waktu/kesempatan
Tidak semua orang punya keuntungan
Namun semua orang harus ujian
Lengah sedikit harus beresiko menanggung kerugian
Tidak semua orang cermat dengan waktu
Jangan jadikan kalbu itu bisu dan tuli
Karena hidup di dunia hanya sekali
Ujian yang berat adalah karena dipuji
Ingatlah kamu harus tahu siapa dirimu
Hamba Allah yang selalu mengabdi
yang harus selalu bertawakal kepada Ilahi Robbi
Semoga sukses selalu...Rahmat Allah menyertaimu
Bapak
8/04/2008 12:19:00 PM | Label: puisi | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)