(berusaha) Mencintai Organisasi Kita (kembali)



Dulu, mahasiswa kita, pemuda kita, begitu antusias dalam berorganisasi. Mereka mengamini bahwa dari organisasi kecil mereka itulah episode besar kehidupan akan ditulis. Mereka mencintai organisasi tersebut. Maka tak heran banyak peristiwa besar dilahirkan oleh organisasi kepemudaan atau kemahasiswaan. Coba simak kembali catatan sejarah, setiap perubahan direkayasa oleh tumuhat-tumuhat kaum muda. Itulah hukumnya.

Tidak terbesit sedikit pun dalam benak mereka untuk mendapatkan keuntungan dari organisasi yang mereka geluti. Tidak materi, kedudukan, maupun popularitas. Yang ada hanyalah ketulusan. Dan itulah landasan bagi pengorbanan-pengorbanan yang mereka kucurkan. sama derasnya dengan kucuran peluh keringat mereka ketika menyusuri jalan panjang perjuangan. Panas terik matahari, hujan deras, rupiah yang harus dikeluarkan, bahkan hantaman pentungan polisi pun tak berhasil menggoyahkan keyakinan yang dipegang kuat-kuat. Dahsyat! Ketulusan dan pengorbanan itulah sember energy perubahannya. Dua hal itulah yang memaksa sejarah takluk ditangan mereka. Namun dua hal itu pula lah yang hilang saat ini.

Kini, boro-boro dicintai. organisasi-organisasi tak lagi diminati. Ia ibarat permainan klasik yang tidak diminati gara-gara ada permainan modern. Seperti anak kecil yang meninggalkan gobak sodor, dan lebih memilih playstation. Nasibnya berujung ditempat sampah bersama onggokan barang-barang tak berguna lainnya.

Perubahan drastic itu banyak dipengaruhi oleh pergeseran pola pikir. Virus-virus materialistic dan idividualistik menjangkiti generasi masa depan kita. Mencuci otak mereka! Merebut kenikmatan abadi dan menggantikannya dengan kenikmatan semu nan sesaat. Yang ada saat ini adalah, “daripada gue capek-capek tanpa hasil yang jelas, keluar banyak duit, waktu dan tenaga, mending bergelut sama perpustakaan sambil sekali-kali belajar ngumpulin duit (baca: bekerja)…..” lihatlah generasi yang sudah tidak peduli akan tanggung jawab sosialnya! Ingat, kehidupan social mempunyai hak atas diri kita! Sebagian pasti menyangkal dengan dalih mereka akan melaksanakan tugas sosialnya setelah ‘menjadi orang’. Karena, tambah mereka, lebih baik kita berjuang setelah diri kita matang. Dengarkanlah apologi-apologi yang paksakan diatas. Sedangkan mereka tidak sadar bahwa disaat yang sama ada kekuatan lain tengah melancarkan misi-misi yang tidak kita ingini bersama. Tidak sadar bahwa ada rekayasa jahat mengancam masa depan manusia. Artinya kalau tidak diimbangi, kita akan kecolongan start. Mereka juga tidak sadar bahwa harus ada proses pembelajaran dalam hidup. Dan pembelajaran-pembelajaran itulah yang hanya kita dapatkan dalam organisasi-organisasi yang seharusnya kita miliki bersama. Organisasi-organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan.

Mencintai artinya memberi. Memberi apa saja kepada yang dicintainya, agar kekasihnya tersebut tumbuh berkembang kearah yang lebih baik dan bahagia. Seperti generasi pendahulu kita yang begitu mencintai organisasi-organisasi mereka, mereka pun memberikan semuanya. Harta, tenaga bahkan nyawa. Seperti matahari yang terus menerus menyinari sang melati. Tapi bayangkan ketika matahari tak lagi berbagi sinarnya, sang melati akan layu kemudian mati. Itulah yang akan terjadi pada organisasi. Maka seandainya kita saat ini menemukan organisasi kita dalam keadaan ‘layu’, itu artinya kita belum mencintainya. Kita belum memberikan sesuatu kepadanya. Kalau sudah begini, masih mau menunggu apalagi. Mari bersama-sama kita cintai organisasi kita. Kita berikan yang terbaik dari yang kita miliki. Agar organisasi itu tumbuh berkembang. Rindang, memberikan kenyamanan bagi orang-orang yang berteduh dibawahnya. Berbuah lebat, memberikan kesejahteraan bagi siapa saja yang membutuhkan. Beranting banyak, ranting-ranting itulah yang akan kita jadikan bahan bakar bagi kehidupan manusia. Semoga.

1 komentar:

Mokhamad Rifqie mengatakan...

wah itulah bung, mungkin dulu kita berorganisai demi eksistensi, soalnya duit juga masih ngucur deras dari ortu...

tapi sekarang, apa iya kita bs sibuk organisasi jadi volunteer sana sini tapi anak istri kelaparan di rumah...

rasanya terlalu kejam diq kalo yang seperti itu dianggap individualistik and matrialistik, memang uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang...

cb tengok oxfam, undp and or mungkin INGO lainnya, yang penting gak lantas jadi matre and dibayar sepantasnya saya rasa sudah membuat para organisator kita mencintai dengan sepenuh hati pekerjaan mereka...

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger