5 Menit Untuk 5 tahun



5 Menit Untuk 5 tahun

Ayo semua kita memilih, Yang terbaik untuk negeri ini
5 menit kita memilih,
5 tahun kan kita jalani
Jangan hanya menjadi putih.
Suara kita sangat berarti
Memilihlah untuk Indonesia
(pilih y ang terbaik)

Lahirkan Pemimpin Pemberani!



Bocah kecil itu tidak tahu apa-apa, melainkan satu hal; bermain. Dengan langkah yang gontai dia keluar rumah hendak menuju lapangan, tempat dimana teman-teman sebayanya sudah menunggu untuk bermain, menghabiskan masa kecil mereka dengan kenangan-kenangan indah. Tapi semua tiba-tiba berubah menjadi gelap ketika kaki mungilnya menginjak sebuah benda yang tak dikenalnya. BUMMM!!. Seketika itu pula dia bergabung dengan rekan-rekannya di surga firdaus-Nya.

Ya, Israel telah melakukan gencatan senjata. Mereka telah menghentikan perang terbuka kepada penduduk Gaza, namun semua itu dilakukan setelah terlebih dahulu mereka selesai menyebar benih-benih bom yang sewaktu-waktu bisa meledak. Mengenai siapa saja. Para mujahidin yang mempertahankan tanah mereka, wanita yang hendak pergi ke pasar, atau anak-anak kecil yang pergi di pagi hari ke sekolah mereka. Satu hal yang harus kita pahami bersama; Israel masih terus-menerus membantai saudara kita!

-**-

Negara itu dikenal sebagai negara tersubur di Afrika. Penghasilan dari lahan pertanian terlalu cukup untuk menghidupi penduduknya. Kerukunan hidup bertetangga terlihat meskipun memiliki beragam suku dan agama. Tapi semuanya berubah , ketika Israel “bermain” disana. Kaum terkutuk telah menghembuskan air permusuhan di Sudan. Akibatnya konflik berkepanjangan di Darfur pun memakan korban. Warga sipil kembali menanggung penderitaan.

Ternyata rencananya tidak sampai disitu saja. Israel ingin menyeret Presiden Umar Basyir ke Mahkamah Internasional dengan tuduhan genocide meskipun rencana ini belum berhasil.

Yang paling anyar, truk yang mengangkut imigran illegal dihajar oleh rudal Israel. 800 sipil kembali menjadi korban. Mau tahu jawaban enteng pejabat mereka?.” "Kami akan bertindak dimanapun kami bisa menyerang infrastruktur-infrastruktur terorisme, baik yang jaraknya dekat maupun yang jauh," tukas Olmert. Perdana Menteri Israel tersebut menyatakan bahwa Israel akan menyerang siapa saja yang dianggap musuh mereka. Perhatikan kalimat “yang dianggap musuh oleh mereka”. Artinya, korban akan terus berjatuhan!

-**-

Sementara itu, negara-negara Islam lainnya –sebagai sebuah instansi-, ataupun negara yang mayoritas penduduknya muslim, tidak mampu banyak berbuat. Hal paling mentok yang bida dilakukan hanyalah menyalurkan bantuan dan kecaman. Itupun dilakukan oleh rakyat! Tidak ada aksi politis lebih. Yang paling spektakuler justru dilakukan oleh Republik Sekuler Turki. Perdana menteri mereka, Edrogan, saat itu “menghajar” Simon Perez dihadapan Sekjen PBB, Ketua OKI, dan peserta pertemuan rutin negara-negara Eropa untuk membahas ekonomi.

Aksi kebiadaban Israel dan sekutunya hanya akan bisa dihentikan oleh kekuatan serupa. Kekuatan negara harus dilawan dengan negara pula. Organisasi-organisasi atau perkumpulan lainnya tidak akan bisa melakukan gertakan yang massif. Artinya, diperlukan kehadiran pemimpin-pemimpin yang pemberani dan memiliki keberpihakan kepada kebenaran dan keadilan. Ahmad Dinejad, Edrogan, ataupun Umar Basyir belumlah cukup. Pemimpin-pemimpin itu harus ada di setiap negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia. Mereka harus dilahirkan segera, sebelum korban kembali berjatuhan!

Semoga kita tidak kembali kehilangan moment untuk mendudukkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas pada pesta demokrasi 9 April nanti. Cuma ada satu pilihan; memilih pemimpin yang tepat, atau bocah-bocah Palestina harus kembali kehilangan masa kecil mereka, berkumpul di surga Allah.

Karena Kita Memang Harus Ada



Semuanya berawal dari sebuah kecemasan. Pergolakan batin yang hebat terjadi didalam dirinya. Antara nilai yang dibawa seseorang dengan realitas sosial sekitarnya. Itulah yang dialami Rasulullah, Muhammad bin Abdillah. Entah apa yang ada dalam benak seorang pemuda ketika melihat lingkungan yang tidak memihak kepada kebenaran hakiki dan keadilan social. Kecemasan itulah yang melahirkan ide. (meminjam istilahnya Anis Matta) Ide yang jauh melampaui zamannya. Seakan tidak peduli apakah beliau menyaksikan sendiri realisasi idenya tersebut atau tidak. Bahwa harus ada jawaban atas segala yang terjadi Dan jawaban itu adalah Islam. Islam harus menjadi pembebas manusia dari belenggu kebodohan, kerakusan, penindasan, penyembahan terhadap sesama, dan beragam bentuk kejahiliyahan lainnya. Islam harus merubah dunia yang telah absurd. Sebuah ide yang mustahil terwujud. Karena sama artinya beliau harus meng-Islam-kan 100 juta penduduk dunia saat itu. Tetapi memang ide terkadang membuat seseorang tidak mengenal kata ‘mustahil’. Suatu kekuatan dahsyat rupanya terlahir dari ide.

Rasulullah pun membuat suatu perencanaan yang sangat sistematis dan rapi. Konsep yang sangat ‘membumi’. Beliau harus memulai dari skup terkecil masyarakat. Sebagaimana yang ditulis Shofiyurrohman Al-Mubarakfury, maka beliau mulai menawarkan ’konsep’ yang dia bawa kepada keluarga dan orang-orang terdekatnya. Mereka yang sepakat dan memeluk Islam pun berkembang menjadi 30 orang yang terdiri dari pria dan wanita. Mereka itulah pilihan sejarah. Bersama Rasulullah, mereka meyakini bahwa mereka harus ada dan terlibat. Maka agar yang sedikit ini benar-benar menjadi pioneer-pioner dakwah, digelarlah pertemuan rutin di sebuah rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Sebuah wadah pembinaan (baca Fiqhus Shiroh karangan Dr. Ramadhan Al-Buthy).

Kini, dibelahan dunia manapun, Afrika, Eropa, Amerika, Australia, dan Asia, kita saksikan kelompok-kelompok kecil tersebar secara pesat dipojok-pojok kota. Mereka yang menangkap dengan baik ide dahsyat Rasulullah, memahami kemudian berusaha untuk ikut andil dalam proyek mega besar “Guru Peradaban Dunia”. Mereka juga tidak peduli, apakah mereka nanti juga menyaksikan realisasi ide tersebut atau tidak. Mereka takut kehabisan peran. Maka seperti kembang api yang meledak diangkasa kemudian menghasilkan sekian juta percikan api, kelompok kecil di rumah Al-Arqam beberapa abad yang lalu itu kini menjadi jutaan jumlahnya. Bahkan menjadi sebuah trend. “Jangan bilang anak gaul kalau belum punya halaqoh” begitu kata anak-anak muda saat ini. Karena mereka meyakini, bahwa mereka memang harus ada. Sebagai jawaban realitas sosial disekitar mereka. Ya, zaman memang menghendaki agar senantiasa lahir orang-orang yang memperjuangkan nilai-nilai Ilahiy, kebenaran hakiki, dan keadilan social.

Belajar dari Keita


Ada yang menarik ketika saya menyaksikan pertandingan salah satu klub kuat di Eropa, Barcelona FC ketika melawan Lyon dalam kompetisi Liga Champion 2009.

Setelah hanya mampu bermain imbang pada pertemuan pertama di Perancis, kandang Lyon, kedua kesebelasan sama-sama tampil ngotot. Pun Barcelona yang bertindak sebagai tuan rumah tentu tidak mau malu di depan suporter fanatiknya. Lagipula mereka mengincar gelar Jawara Eropa juga selain menjadi Raja dikompetisi domestik.

Sejak menit pertama, para pemain terbaik Barcelona kesebelasan langsung diturunkan. Maka kita melihat Lionel Messi, Samuel Eto'o, Xavi, Henry, Iniesta dan Puyol. Sangat terkesan ingin menang. Hasilnya? jangan ditanya lagi.......Pasaukan Catalan itu sukses mencetak lima gol sementara Lyon hanya mampu mencuri dua gol.

Striker Thierry Henry membuka dua gol awal Barca pada menit ke-25 dan 27. Lionel Messi dan Samuel Eto'o memperbesar keunggulan Barca berkat gol pada menit ke-40 dan 43. Jean Makoun mencetak memperkecil ketertinggalan Lyon menjadi 4-1 pada menit ke-44.

Juara Liga Prancis itu sempat mengejutkan Barca melalui gol Juninho pada menit ke-48 sehingga merubah kedudukan menjadi 2-4. Barcelona akhirnya menutup pesta gol dengan melalui Seydou Keita pada masa injury time. Barca alhirnya menang telak 5-2. Hasil ini membuat Barcelona lolos ke babak selanjutnya dengan aggregat gol 6-3.

-**-

Ada pemandangan menarik yang berhasil saya tangkap pada pertandingan itu. Suatu kondisi dimana seorang pemeluk agama dengan setia mengamalkan ajaran agamanya.

Adalah Bojan Krkic yang menjadi pemain pengganti, masuk lapangan sambil melakukan ritual kebanyakan pemain kristiani lainnya. Menjulurkan tangan ketanah, kemudian menyentuhkannya di jidat, dada sebelah kanan dan kiri. Saya yakin, umat kristianai dimanapun berada akan senang dengan gerakan tersebut.

Seolah tidak mau ketinggalan, Seydou Keita, gelandang Barcelona, pun melakukan ritualnya setelah berhasil menaklukan kiper Lyon dan menceploskan bola ke gawang. Ia berlari kemudian berhenti lantas SUJUD! Luar biasa! Kontan gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai kegirangan pun membahana di aula televisi kampus saya. Ya, saya sebagai seorang muslim, juga temen-teman yang saat itu menyaksikan kejadian itu, sangat terharu. Tak terasa butiran air mata pun menetes di pipi. "Keita kau hebat!", batin saya.

Kalau mereka saja, muslim-muslim yang lain, mampu memberikan warna Islam di lingkungan mereka, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama? Lihatlah, bahkan Islam ada di lapangan sepakbola!
Keita mengajari kita untuk "tegar" dan percaya diri dengan identitas ke-Islam-an kita. Di saat saudara kita yang lain malu untuk mengatakan "saya seorang muslim". Keita mengajari kita sebuah kaedah, "nakhtalithu walakin natamayyazu.."

mari berjalan bersama



Kenapa kita masih menyisakan keraguan akan kekuatan-Nya?
Kenapa kita masih terjerat dengan rantai popularitas, materi dan keduniawian lainnya
Bukankah kita telah meyakini sejak dahulu bahwa:
Cahaya Allah tidak akan mudah dimatikan, bahkan tidak akan mungkin dimatikan
Oleh siapapun! Kapanpun!
Cukuplah Allah penolong kita, disaat terjepit, dikala susah...
Dan Islam terlalu sempurna untuk diterjang problematika kehidupan

Saudaraku…
Kenapa kau tangguhkan langkahmu, tatkala tlah kau imani janji-Nya...
Kenapa kau urungkan niat kebaikanmu, tatkala tlah kau yakini akan balasan dalam setiap amal...
Hanya Allah yang berhak menilai usaha kita, bukan yang lain

Saudaraku…
Mari kita berjalan bersama,
Saling menguatkan genggaman
Menopang satu sama lain
Yakinlah….
Ada banyak saudaramu yang setia dan kokoh dalam membelamu...
Ada orang-orang yang selalu mencintaimu, dikala kebencian mengelilingmu

Hasbunallah…ni’mal maula wa ni’mal wakil...

Kenapa kita masih menyisakan keraguan akan kekuatan-Nya?
Kenapa kita masih terjerat dengan rantai popularitas, materi dan keduniawian lainnya…
Bukankah kita telah meyakini sejak dahulu bahwa:
Cahaya Allah tidak akan mudah dimatikan, bahkan tidak akan mungkin dimatikan
Oleh siapapun! Kapanpun!
Cukuplah Allah penolong kita, disaat terjepit, dikala susah...
Dan Islam terlalu sempurna untuk diterjang problematika kehidupan.

Saudaraku...
Kenapa kau tangguhkan langkahmu, tatkala tlah kau imani janji-Nya...
Kenapa kau urungkan niat kebaikanmu, tatkala tlah kau yakini akan balasan dalam setiap amal...
Hanya Allah yang berhak menilai usaha kita, bukan yang lain.

Saudaraku...
Mari kita berjalan bersama,
Saling menguatkan genggaman
Menopang satu sama lain…
Yakinlah….
Ada banyak saudaramu yang setia dan kokoh dalam membelamu...
Ada orang-orang yang selalu mencintaimu, dikala kebencian mengelilingmu..

Hasbunallah…ni’mal maula wa ni’mal wakil...

berhenti sejenak....

sobat, berapa kali kita sempat terhenti ditengah jalan ketika sedang meniti asa…tapi sadarkah kita bahwa hal itu adalah salah satu serpihan dari sekian banyaknya serpihan-serpihan yang jika dirangkai akan membentuk sebuah kata yang diimpikan, "kemenangan".
ya…berhenti sejenak!
berhenti sejenak untuk melemaskan ketegangan, mengevaluasi perjalanan, serta merumuskan langkah-langkah kedepan dengan brilian.
berhenti sejenak bukanlah kekalahan ataupun ketertingggalan, tapi adalah salah satu cara dalam proses penjemputan kemenangan.
tak selamanya logika sejalan dengan arus yang akan menang, berapa kali logika terbalik memenangi pertarungan.

Realitas Demokrasi

Perdebatan tentang bagaimana Indonesia dikelola telah selesai ketika Piagam jakarta disahkan dengan menghapus tujuh kata dalam sila pertama. Artinya para founding-fathers negara telah sepakat bahwa demokrasi, paling tidak, lebih cocok diterapkan di negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi ini. Suatu negara yang tidak diizinkan untuk memaksa mayoritas penduduknya yang beragama Islam untuk menjalankan syari'atnya, walaupun untuk diri mereka sendiri.
sangat disayangkan ketika saat ini kita menjumpai orang-orang yang berteriak bahwa

Refungsionalisasi Nilai Transformasi KKMI;Catatan Kecil Dua Tahun Dalam Kebersamaan


"KKMI bukan sebatas ajang kumpul mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di Libya, tapi sebenarnya ia punya nilai luhur yang beorientasi jauh, sebuah nilai luhur akan masa depan kita."

Saya juga sebenarnya masih bingung dengan pernyataan diatas. Karena hingga saat ini saya belum yakin kalau hal diatas dibangun dari analisa mendalam.Kalau misalnya nilai-nilai Islam yang kemudian oleh KKMI diturunkan kedalam sifat, motto, tujuan dan usaha organisasi berupa Independensi, Mandiri, Kekeluargaan, Religiusitas, Intelektualitas, Persaudaraan, Nasionalisme dilaksanakan secara konsekwen, benar apa yang dikatakan oleh orang diatas bahwa memang kita sedang merangkai masa depan.
Namun, kalau semua hal diatas dilepas dari frame strategis tersebut, maka benar apa
yang dikatakan Charles Dickens (1870), bahwa ketika ideology dibiarkan
berserak-serakan maka ideology akan menimbulkan abad kegilaan, ketidakpercayaan, kegelapan, dan muncullah musim menggigilnya keputusasaan. Dan inilah yang sedang terjadi pada kita.

Idealisme KKMI dengan beberapa sifat-sifat diatas, ternyata dialihkan oleh pihak tertentu untuk mewujudkan kepentingan yang individualistic, sehingga tidak diketemukan keharmonisan, melainkan permusuhan dan perpecahan.
Akibatnya KKMI mulai 'ditinggalkan' oleh para pengurus dan anggotanya. Barangkali nantinya cuma orang 'gila' saja yang mau memelihara KKMI. Atau kalau mengamini pendapat Daneil Bell, bahwa Ideologi telah mati!

Refleksi
Dua tahun sudah penulis bernafas dalam pelukan KKMI, dan waktu setahun itu cukup untuk sejenak menyimpulkan perenungan dan merefleksikan ulang kondisi KKMI tercinta ini, terutama mengenai KKMI dengan ideologinya yang terkesan 'rapuh'. Bukan hanya karena kepentingan individu atau golongan, namun juga phobia dengan aktiftas-aktifitas diluar KKMI yang biasanya ‘dianggap’ sumber konflik.

Untuk itu, dalam momentum sekarang ini, perlu kita melakukan refungsionalisasi kembali nilai-nilai KKMI ditengah-tengah kita. Refungsionalisasi berarti menanamkan dan mentransformasikan kembali nilai dan makna KKMI dalam kehidupan bersama tanpa harus menghilangkan watak asli, nilai dan makna masing-masing golongan yang ada di sekitarnya, untuk tidak mengatakan didalamnya.

Tentu saja karakteristik KKMI sebagai sebuah kesatuan keluarga mahasiswa akan menempatkan KKMI sebagai, meminjam istilahnya Kuntowijoyo (2001), common denominator alias pembagi bersama atau titik temu bagi berbagai pemikiran. Oleh karenanya dia akan menjadi rujukan semua golongan. Karena KKMI merupakan rujukan, dia harus bersikap radikal. Radikal bukan berarti harus beringas, galak, tidak terkendali, melampaui batas, namun radikal merupakan evolusi gagasan yang akan membuat KKMI tegar, efektif dan menjadi petunjuk bagaimana keberagaman dikelola.

Radikalisasi ini akan membangun KKMI dalam lima hal;
Pertama mengembalikan KKMI kepada jati dirinya, yakni sebagai sebuah pemersatu. Dalam arti, KKMI harus menjadi satuan dasar keberagaman. KKMI akan mampu tampil membangun kekuatan yang mengakomodasi semua elemen dan golongan.

Kedua, menambah pemahaman persepsi atas asas KKMI (Islam) sebagai sebuah ilmu. Perbedaan keduanya adalah ideology bersifat subjektif belaka, dipaksakan terhadap fakta, dan tertutup. Sebagai sebuah ilmu, asas KKMI nantinya dapat dianggap sebagai filsafat social, cara pandang terhadap gejala-gejala social yang mampu memberikan solusi terhadap problem anggota secara kompleks.

Ketiga, menuntut KKMI berjalan secara konsisten, keheren, dan koresponden. Konsisten dalam arti menuntut masing-masing pihak untuk berpartisipasi demi kemaslahatan bersama, bukan kemaslahatan sepihak, sehingga KKMI akan tampil koheren dan menyatu dengan semua unsur dalam komunitas mahasiswa tanpa menghilangkan nilai dan identitas kelompok tertentu. Disini, KKMI akan lahir menjadi koresponden, yakni media memberdayakan idealisme KKMI sendiri dan idealisme kelompok dengan realitas social yang tumpang tindih, tidak menentu, bahkan absurd.

Keempat, menjadikan KKMI sebagai pelayan kepentingan horizontal. Dalam arti kebijakan KKMI semata-mata ditujukan untuk kesejahteraan lahir batin anggota.
Kelima, ini yang belum terlihat dalam KKMI. Sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia yang berada di Libya, mampukah KKMI kedepan memerankan fungsi saocialnya sebagai control bagi kebijakan dan keberlangsungan birokrasi KBRI, setidaknya agar roda pemerintahan yang berada didepan mata kita tersebut mampu istiqomah untuk berjalan bersih, agar cita-cita rakyat dalam rangka membentuk clean government dan membebaskan Indonesia dari belenggu korupsi, kolusi dan nepotisme mampu berjalan secara integral.
Juga menyelamatkan identitas ke-Islam-an masyrakat Indonesia yang berada di Libya agar senantiasa berada dalam track, ditengah arus degadrasi moral yang melanda tanah air, juga yang mulai nampak di Negeri Hijau ini.

Kelima radikalisasi tersebut akan meneguhkan KKMI yang berideolog. Yang tidak hanya memerankan fungsinya sebagai pelaksana kegiatan, namun juga berusaha membangun nilai ketuhanan yang teguh,serang mahasiswa yang intelektual nan religius.

Dan segenap anggota hendaknya bertanggungjawab terhadap KKMI, yakni dengan tiada egoisme kelompok yang berujung pada sikap ta’ashub. Hingga tercipta iklim yang berbudi pekerti luhur, dan menghormati satu sama lain.

28th room

Refungsionalisasi Nilai Transformasi KKMI;Catatan kecil setahun dalam kebersamaan


"KKMI bukan sebatas ajang kumpul mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di Libya, tapi sebenarnya ia punya nilai luhur yang beorientasi jauh, sebuah nilai luhur akan masa depan kita."

Saya juga sebenarnya masih bingung dengan pernyataan diatas. Karena hingga saat ini saya belum yakin kalau hal diatas dibangun dari analisa mendalam.Kalau misalnya nilai-nilai Islam yang kemudian oleh KKMI diturunkan kedalam sifat, motto, tujuan dan usaha organisasi berupa Independensi, Mandiri, Kekeluargaan, Religiusitas, Intelektualitas, Persaudaraan, Nasionalisme dilaksanakan secara konsekwen, benar apa yang dikatakan oleh orang diatas bahwa memang kita sedang merangkai masa depan.
Namun, kalau semua hal diatas dilepas dari frame strategis tersebut, maka benar apa
yang dikatakan Charles Dickens (1870), bahwa ketika ideology dibiarkan
berserak-serakan maka ideology akan menimbulkan abad kegilaan, ketidakpercayaan, kegelapan, dan muncullah musim menggigilnya keputusasaan. Dan inilah yang sedang terjadi pada kita.

Idealisme KKMI dengan beberapa sifat-sifat diatas, ternyata dialihkan oleh pihak tertentu untuk mewujudkan kepentingan yang individualistic, sehingga tidak diketemukan keharmonisan, melainkan permusuhan dan perpecahan.
Akibatnya KKMI mulai 'ditinggalkan' oleh para pengurus dan anggotanya. Barangkali nantinya cuma orang 'gila' saja yang mau memelihara KKMI. Atau kalau mengamini pendapat Daneil Bell, bahwa Ideologi telah mati!

Refleksi
Dua tahun sudah penulis bernafas dalam pelukan KKMI, dan waktu setahun itu cukup untuk sejenak menyimpulkan perenungan dan merefleksikan ulang kondisi KKMI tercinta ini, terutama mengenai KKMI dengan ideologinya yang terkesan 'rapuh'. Bukan hanya karena kepentingan individu atau golongan, namun juga phobia dengan aktiftas-aktifitas diluar KKMI yang biasanya ‘dianggap’ sumber konflik.

Untuk itu, dalam momentum sekarang ini, perlu kita melakukan refungsionalisasi kembali nilai-nilai KKMI ditengah-tengah kita. Refungsionalisasi berarti menanamkan dan mentransformasikan kembali nilai dan makna KKMI dalam kehidupan bersama tanpa harus menghilangkan watak asli, nilai dan makna masing-masing golongan yang ada di sekitarnya, untuk tidak mengatakan didalamnya.

Tentu saja karakteristik KKMI sebagai sebuah kesatuan keluarga mahasiswa akan menempatkan KKMI sebagai, meminjam istilahnya Kuntowijoyo (2001), common denominator alias pembagi bersama atau titik temu bagi berbagai pemikiran. Oleh karenanya dia akan menjadi rujukan semua golongan. Karena KKMI merupakan rujukan, dia harus bersikap radikal. Radikal bukan berarti harus beringas, galak, tidak terkendali, melampaui batas, namun radikal merupakan evolusi gagasan yang akan membuat KKMI tegar, efektif dan menjadi petunjuk bagaimana keberagaman dikelola.

Radikalisasi ini akan membangun KKMI dalam lima hal;
Pertama mengembalikan KKMI kepada jati dirinya, yakni sebagai sebuah pemersatu. Dalam arti, KKMI harus menjadi satuan dasar keberagaman. KKMI akan mampu tampil membangun kekuatan yang mengakomodasi semua elemen dan golongan.

Kedua, menambah pemahaman persepsi atas asas KKMI (Islam) sebagai sebuah ilmu. Perbedaan keduanya adalah ideology bersifat subjektif belaka, dipaksakan terhadap fakta, dan tertutup. Sebagai sebuah ilmu, asas KKMI nantinya dapat dianggap sebagai filsafat social, cara pandang terhadap gejala-gejala social yang mampu memberikan solusi terhadap problem anggota secara kompleks.

Ketiga, menuntut KKMI berjalan secara konsisten, keheren, dan koresponden. Konsisten dalam arti menuntut masing-masing pihak untuk berpartisipasi demi kemaslahatan bersama, bukan kemaslahatan sepihak, sehingga KKMI akan tampil koheren dan menyatu dengan semua unsur dalam komunitas mahasiswa tanpa menghilangkan nilai dan identitas kelompok tertentu. Disini, KKMI akan lahir menjadi koresponden, yakni media memberdayakan idealisme KKMI sendiri dan idealisme kelompok dengan realitas social yang tumpang tindih, tidak menentu, bahkan absurd.

Keempat, menjadikan KKMI sebagai pelayan kepentingan horizontal. Dalam arti kebijakan KKMI semata-mata ditujukan untuk kesejahteraan lahir batin anggota.
Kelima, ini yang belum terlihat dalam KKMI. Sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia yang berada di Libya, mampukah KKMI kedepan memerankan fungsi saocialnya sebagai control bagi kebijakan dan keberlangsungan birokrasi KBRI, setidaknya agar roda pemerintahan yang berada didepan mata kita tersebut mampu istiqomah untuk berjalan bersih, agar cita-cita Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka membentuk clean government dan membebaskan Indonesia dari belenggu korupsi, kolusi dan nepotisme mampu berjalan secara integral.
Juga menyelamatkan identitas ke-Islam-an masyrakat Indonesia yang berada di Libya agar senantiasa berada dalam track, ditengah arus degadrasi moral yang melanda tanah air, juga yang mulai nampak di Negeri Hijau ini.

Kelima radikalisasi tersebut akan meneguhkan KKMI yang berideolog. Yang tidak hanya memerankan fungsinya sebagai pelaksana kegiatan, namun juga berusaha membangun nilai ketuhanan yang teguh, sebagaimana yang disampaikan Ketua Terpilih KKMI Periode 2007/2008 dalam sambutan pelantikan beliau, yang diantaranya mengembalikan anggota KKMI kepada sosok-sosok intelektual yang religious.

Dan segenap anggota hendaknya bertanggungjawab terhadap KKMI, yakni dengan tiada egoisme kelompok yang berujung pada sikap ta’ashub. Hingga tercipta iklim yang berbudi pekerti luhur, dan menghormati satu sama lain.

28th room

About Our Familiy


Saudara kami sekalian,
setiap dari kita pasti sadar akan hakikat sebuah kehidupan. Sebuah lembaran perjuangan yang penuh tantangan. Kita pun sadar akan identitas diri kita masing-masing, siapa kita, seberapa kekuatan kita, serta barangkali obsesi-obsesi yang ingin dibangun. Semuanya akan terasa berat kita kita hanya mengandalkan potensi yang ada dalam diri kita an sich, namun sebaliknya, akan terasa ringan ketika ada berbaris-baris orang disekitar kita. Merekalah yang akan menjadi penopang kita ketika kita mulai roboh, menjadi oase ketika kita merasa "kekeringan", dan menjadi pengalir kekuatan tatkala kita melemah.

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepada kami keluarga yang mau "memiliki' kami, bukankah rasa memiliki yang terkadang tak dipunyai seorang sahabat karib sekalipun. Keluarga itulah yang senantiasa menemani kami 24 jam. Seakan-akan mereka mengerti akan segala kebutuhan kami, sekalipun kami belum mengkomunikasikan hal tersebut. Dan yang paling disyukuri, mereka telah mengikrarkan diri untuk selalu menyertai kami, dalam keadaan apapun! SubhanaAllah….

Saat ini kami baru berumur 4 tahun, namun diusia itu, kami sedikit banyak telah merasakan pahit-manisnya kehidupan. Tidak ada yang memberi kami perhatian sebesar perhatian yang diberikan keluarga kami. Bahkan kami belum mempu membayangkan apa jadinya kami ketika tidak ada mereka disekitar kami. Keberadaan yang sangat kami dambakan ketika kami mulai berkenalan dengan dunia nyata, tanpa khayalan sedikitpun.

Melalui perantara ini, kami ingin mengatakan kepada keluarga kami bahwa,"kami mencitai kalian, melebihi cinta kami kepada diri kami sendiri"

Melihat Libya - bag,1 (sahara)







gambar diatas adalah pemandangan sahara al-kubro

Jangan panggil aku “abang”



Jangan panggil aku abang…
Kalo ternyata aku tidak bisa menuntunmu, meluruskanmu tatkala kau mulai bengkok
Kalo ternyata aku malah membingungkanmu, membengkokkan kau yang sudah lurus

Jangan panggil aku abang…
Kalo ternyata tidak ada keteladanan yang memancar dari perilakuku
Kalo ternyata aku malah memberimu ketelatanan

jangan panggil aku abang….
Kalo ternyata aku tidak bisa mengajarimu arti cinta; mencurahkan perhatian, perlindungan, dan kasih sayang
Kalo ternyata aku malah mengajarimu kebencian; meluapkan keangkuahan, dan permusuhan

Jangan panggil aku abang….
Kalo hanya karena aku lebih dahulu lahir!

Sang Pemimpi



seorang teman memberikan sebuah film animasi yang sangat bagus. Judulnya Kungfu Panda. Film itu bercerita tentang seorang Panda penjual makanan yang gemuk, tidak bisa berkelahi, kemudian terpilih menjadi seorang Ksatria Naga (Dragon Warrior). Tugas utamnya adalah menghentikan aksi si macan liar, Tai Lung yang berhasil meloloskan diri dari penjagaan super ketat penjara Shoordam. Mula-mulanya si Panda amat disangsikan kemampuannya, bahkan sang guru Sheefu sendiri, ia tidak yakin apakah mampu melatih si Panda Kungfu dalam waktu singkat lalu mewariskan kepadanya Jurus Rahasia Naga. Namun seiring dengan berjalannya waktu, si Panda pun berusaha dan terus berusaha, hinga akhirnya berhasil memberikan pembuktian terbaik. Dia menjadi pahlawan.

Ada dua teori menarik yang berusaha disampaikan sang sutradara, yang pertama adalah tidak ada kebetulan pada setiap kejadian. Segala sesuatu yang ada, pergerakan alam, keanekaragaman makhluk hidup semuanya berjalan sesuai dengan ketetapan Sang Pengatur kehidupan. Termasuk terpilihnya Panda gemuk penjual makanan tersebut menjadi Ksatria Naga. Secara hitungan matematis dan logika sekalipun , si Panda tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai seorang pejuang. Bahkan untuk mengangkat perut besarnya pun dia masih kesulitan. Padahal misi dia adalah mengehentikan aksi seorang jago Kungfu! Dan semua rasa sangsi itu dijawab dalam teori kedua, yaitu kepercayaan (tsiqoh). Kita harus bisa mempercayai diri kita sendiri terlebih dahulu bahwa kita bisa melakukan. Kemudian kita pun harus bisa mempercayai orang lain juga, bahwa dia atau mereka juga bisa melakukan. Dan itulah kunci keberhasilan si Panda menjadi Ksatria Naga. Si Panda pun akhirnya mempercayai bahwa dalam dirinya terdapat sebuah potensi besar. Lebih besar dari ukuran perutnya. Potensi itu lebih besar dari segala kelemahan yang dia punya. Dan sang guru pun tidak mempunyai pilihan lain kecuali untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa merubah Panda gemuk menjadi seorang Ksatria, dan percaya bahwa Panda memang benar-benar Ksatria yang ditunggu-tunggu untuk diwarisi Rahasi Naga.
- * * -
Pikiran saya langsung menerawang bangsa kita, Indonesia. Selama 32 tahun rakyat kita tersenyum bahagia, pertanda perut-perut mereka dan anak cucu yang telah terisi dengan beras. Termasuk saya dan keluarga besar saya. Ketika itu, wong cilik bangsa ini belum sembat membayangkan bahwa nasib anak cucu mereka bakalan kurang beruntung. Tidak terlintas dalam benak, bahwa perut kenyang mereka adalah bom waktu yang akan menghantarkan generasi setelah mereka kepada sebuah krisis multi-dimensi. Ya, orde baru telah memberikan yang terbaik buat bangsa ini, pembangunan dimana-mana hingga lahir gelar Bapak Pembangunan. Mereka memberikan kesejahteraan tanpa kebebasan. orde ini menyisakan sebuah jurang besar yang menganga, siap mengubur Indonesia beserta sejarahnya. Ibarat membangun sebuah bangunan namun pondasi mereka adalah sebuah lubang, kelak bangunan tersebut akan runtuh.

Dan benar, akhirnya rakyat melek dan memaksa bangsa ini menulis sejarah baru, Reformasi. Indonesia pun dititipkan kepada era pembaharuan ini. Harapannya semoga reformasi mampu menambal kain koyak nasib 250 juta nyawa di negara ini. Tapi mimpi tinggal mimpi. 10 tahun reformasi ternyata belum mampu membawa udara segar, kecuali terbuka lebarnya pintu kebebasan di tanah yang terkenal dengan budaya sopan-santun dan unggah ungguh-nya ini. Reformasi memberikan kebebasan tanpa kesejahteraan. Reformasi pun berganti dengan repotnasi. Keadaan semakin tidak menentu. Lebih sedih lagi ketika mendengar isu mengejutkan bahwa pada tahun 2009 nanti, banyak kalangan yang menilai krisis ‘98 bakal terulang. Kado yang sangat istimewa bagi Indonesia pada usia ke-64 tahunnya. Saya hanya khawatir bahwa teori kematian manusia yang biasa terjadi pada usia ke 63-65 tahun bakalan mampir ditempat kita dilahirkan. Saya takut kiriman bungan dengan tulisan “Turut berduka cita atas meninggalnya Republik Indonesia” akan memenuhi Istana Merdeka.
- * * -
Saya langsung tersadar. ketakutan saya terlalu berlebihan. Bukankah barusan saya telah mendapatkan pelajaran dari seekor Panda gemuk dalam sebuh film animasi, bahwa pintu itu masih terbuka. Bahwa harapan itu masih ada selagi kita masih percaya. Bukankah tidak ada “kebetulan” dalam perjalanan sejarah manusia dan alam semesta. Semua bakal berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan, itulah yang ingin disampaikan hukum ketertarikan (law of attraction) Michael J Losier. Segala sesuatu yang kita pikirkan dengan segenap perhatian, energy, dan konsentrasi pikiran, baik hal positif maupun negative akan datang ke dalam kehidupan kita. Tentu saja, setelah semuanya itu mendapatkan pengesahan dari Sang Penguasa.

Maka dimulai dari sebuah mimpi. Kita semua, kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, hitam-putih, harus memimpikan kesejahteraan Indonesia. Kita semua harus menjadi sang pemimpi! Setelah itu kita pun harus meyakini akan kebenaran mimpi kita dengan sepenuh keyakinan. Akhirnya nasib kita pun tidak akan berada disebuah tangan bernama kebetulan. Narasi besar bernama mimpi tadi kemudian kita wujudkan dengan kerja keras. Bersama-sama kita imani ayat ke-11 dari Ar-Ra’du yang ketika kita Indonesia-kan berbunyi akan mengantarkan kita kepada prinsip bahwa Sesungguhnya Alah tidak akan merubah nasib bangsa Indonesia, melainkan mereka sendiri yang akan merubahnya!

Harapan kosongkah? Saya rasa tidak. Lembaran-lembaran catatan sejarah telah mengatakannya. Selama kita pun berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kita, tidak akan ada yang tidak kita dapat. Detik-detik didepan kita adalah sebuah pilihan langkah yang tidak boleh salah. Kita harus banyak belajar dari sejarah. Akan kita dapatkan segala-galanya. Sejarah apa saja, bangsa hebat, agama hebat, peradaban-peradaban hebat, orang-orang hebat, bahkan sejarah hitam-putih bangsa kita sendiri. Yang penting adalah setiap kesempatan yang berpotensi kebaikan bagi Indonesia tidak boleh kita lewatkan begitu saja. Apa saja. Pesta demokrasi dalam Pemilu lima tahunan bangsa kita misalnya. Alangkah mubadzir-nya dana trilyunan yang kita keluarkan untuk sebuah aktifitas lima detik bernama pencoblosan, kalau darinya kita tidak mampu melahirkan seorang problem solver bagi permasalahan yang ada. Apalagi kalau sampai tidak memilih alias golput. Karena memilih atau tidak memilih, setiap orang yang berusaha diatas 17 tahun akan tetap mendapatkan satu buah kertas suara. Sekali lagi, maksimalkan setiap potensi yang mampu memberikan kebaikan bagi pertiwi.

Terlalu idealis? Bukankah sikap idealis tidak selamanya salah. Idealis-lah yang menyatukan pemuda-pemudi bangsa ini untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda, tonggak pergerakan nasional dalam merebut kemerdekaan. Sikap ini juga telah membuktikan “keampuhannya” ketika berhasil menggerakkan mahasiswa dan rakyat Indonesia laiinya untuk melahirkan Reformasi ’98, menghentikan kediktatoran 32 tahun Orde Baru, serta menuliskan sejarah baru bangsa. Lawan sikapnya adalah realistis. Inilah yang seharusnya diwaspadai. Andrea Hirata berpesan kepada kita. Hati-hati terhadap pola pikir realistis. Karena realistis sesungguhnya mengandung bahaya. Ia memiliki hubungan linear dengan perasaan pesismis. Realistis tak lain adalah pedal rem yang sering menghambat harapan orang.

Kalau sang Panda saja akhirnya mampu menjadi Ksatria Naga, maka Indonesia pun bisa menjadi guru peradaban bagi dunia. Percayalah.

Coretan Kecil





Adalah sebuah fitrah…
Ketika manusia dilahirkan, dia dalam keadaan merdeka
Dengannya dia kan menemukan hakikat dan tujuan hidup

Adalah sebuah fitrah…
Ketika kemudian ia berproses,
Memasuki sisi-sisi lain, dimana terkadang kebanyakan manusia enggan meliriknya

Adalah sebuah fitrah…
Untuk berkumpul dengan orang-orang yang mau saling memahami lalu mencintai
Karena tujuan mereka sama!
Karena mereka mempunyai fitrah yang sama!

Adalah sebuah fitrah…
Jika suatu saat, ketika ia ingin mencoba jalan baru,
Jalan lain yang menurutnya akan menghantarkan kepada hal yang sama

Adalah sebuah fitrah…
Pun ketika dia harus kembali,
Kepada orang yang menyayangi dia tadi..
Karena dia belum menemukan kenyamanan, ketenangan, dan keimanan…

Sory bro…lagi sedih banget nech….

Agar Niatan Kebaikan Tak Terhenti Di Tengah Jalan




Sebuah acara yang terkemas sedemikian menariknya oleh pengelola stasiun televisi dengan harapan semuanya dapat tersampaikan dengan baik ternyata belum mampu dinikmati oleh tuna netra. Kalau boleh dibilang tidak kurang hal-hal yang dibutuhkan untuk menampilkan sebuah acara telah terpenuhi, bahkan ada juga yang sempat memberikan permak lebih, sekali lagi, supaya terlihat indah dan tersajikan dengan sempurna.

Begitu pula dengan Rasulullah, berapa banyak keputusan beliau yang kurang bisa dimengerti oleh para sahabat, tak jarang pula malah menimbulkan pertanyaan. Namun yang harus dipahami adalah kondisi pada saat itu memang tidak memungkinkan untuk duduk bersama, kemudian sharing permasalan, dan memang tidak semua penyelesaian masalah mewajibkan partisipasi semua pihak.

Kira-kira sepeti itulah yang terjadi dengan sebuah kebaikan, terkadang niat pelaku telah lurus, jalan yang dilaluinya pun tak bengkok, namun tidak jarang sebuah kebaikan bak gayung yang tak bersambut. Kalau sudah begini maka permasalahan bukan lagi terletak pada pelaku kebaikan, namun obyek kebaikan yang seharusnya harus melakukan banyak evaluasi.

Perlu dipahami bahwa "pembacaan" akan sebuah kebaikan bukanlah suatu hal mudah untuk dilakukan, terlebih kalau sudah berbicara perbedaan watak, sudut pandang, apalagi sebuah fikroh. Tapi akan mudah ketika masing-masing pihak berfikir tentang sisi positif-negatif akan suatu hal, prioritas dalam berbuat, dan kemaslahatan bersama.

Oleh karenanya, sering kali membaca kebaikan lebih sulit daripada menkomunikasikannya. Meskipun demikian, usaha untuk meningkatkan kualitas masing-masing harus senantiasa digalakkan. Agar suatu ketika sebuah niatan kebaikan tak terhenti di tengah jalan.

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger