Sang Pemimpi



seorang teman memberikan sebuah film animasi yang sangat bagus. Judulnya Kungfu Panda. Film itu bercerita tentang seorang Panda penjual makanan yang gemuk, tidak bisa berkelahi, kemudian terpilih menjadi seorang Ksatria Naga (Dragon Warrior). Tugas utamnya adalah menghentikan aksi si macan liar, Tai Lung yang berhasil meloloskan diri dari penjagaan super ketat penjara Shoordam. Mula-mulanya si Panda amat disangsikan kemampuannya, bahkan sang guru Sheefu sendiri, ia tidak yakin apakah mampu melatih si Panda Kungfu dalam waktu singkat lalu mewariskan kepadanya Jurus Rahasia Naga. Namun seiring dengan berjalannya waktu, si Panda pun berusaha dan terus berusaha, hinga akhirnya berhasil memberikan pembuktian terbaik. Dia menjadi pahlawan.

Ada dua teori menarik yang berusaha disampaikan sang sutradara, yang pertama adalah tidak ada kebetulan pada setiap kejadian. Segala sesuatu yang ada, pergerakan alam, keanekaragaman makhluk hidup semuanya berjalan sesuai dengan ketetapan Sang Pengatur kehidupan. Termasuk terpilihnya Panda gemuk penjual makanan tersebut menjadi Ksatria Naga. Secara hitungan matematis dan logika sekalipun , si Panda tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai seorang pejuang. Bahkan untuk mengangkat perut besarnya pun dia masih kesulitan. Padahal misi dia adalah mengehentikan aksi seorang jago Kungfu! Dan semua rasa sangsi itu dijawab dalam teori kedua, yaitu kepercayaan (tsiqoh). Kita harus bisa mempercayai diri kita sendiri terlebih dahulu bahwa kita bisa melakukan. Kemudian kita pun harus bisa mempercayai orang lain juga, bahwa dia atau mereka juga bisa melakukan. Dan itulah kunci keberhasilan si Panda menjadi Ksatria Naga. Si Panda pun akhirnya mempercayai bahwa dalam dirinya terdapat sebuah potensi besar. Lebih besar dari ukuran perutnya. Potensi itu lebih besar dari segala kelemahan yang dia punya. Dan sang guru pun tidak mempunyai pilihan lain kecuali untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa merubah Panda gemuk menjadi seorang Ksatria, dan percaya bahwa Panda memang benar-benar Ksatria yang ditunggu-tunggu untuk diwarisi Rahasi Naga.
- * * -
Pikiran saya langsung menerawang bangsa kita, Indonesia. Selama 32 tahun rakyat kita tersenyum bahagia, pertanda perut-perut mereka dan anak cucu yang telah terisi dengan beras. Termasuk saya dan keluarga besar saya. Ketika itu, wong cilik bangsa ini belum sembat membayangkan bahwa nasib anak cucu mereka bakalan kurang beruntung. Tidak terlintas dalam benak, bahwa perut kenyang mereka adalah bom waktu yang akan menghantarkan generasi setelah mereka kepada sebuah krisis multi-dimensi. Ya, orde baru telah memberikan yang terbaik buat bangsa ini, pembangunan dimana-mana hingga lahir gelar Bapak Pembangunan. Mereka memberikan kesejahteraan tanpa kebebasan. orde ini menyisakan sebuah jurang besar yang menganga, siap mengubur Indonesia beserta sejarahnya. Ibarat membangun sebuah bangunan namun pondasi mereka adalah sebuah lubang, kelak bangunan tersebut akan runtuh.

Dan benar, akhirnya rakyat melek dan memaksa bangsa ini menulis sejarah baru, Reformasi. Indonesia pun dititipkan kepada era pembaharuan ini. Harapannya semoga reformasi mampu menambal kain koyak nasib 250 juta nyawa di negara ini. Tapi mimpi tinggal mimpi. 10 tahun reformasi ternyata belum mampu membawa udara segar, kecuali terbuka lebarnya pintu kebebasan di tanah yang terkenal dengan budaya sopan-santun dan unggah ungguh-nya ini. Reformasi memberikan kebebasan tanpa kesejahteraan. Reformasi pun berganti dengan repotnasi. Keadaan semakin tidak menentu. Lebih sedih lagi ketika mendengar isu mengejutkan bahwa pada tahun 2009 nanti, banyak kalangan yang menilai krisis ‘98 bakal terulang. Kado yang sangat istimewa bagi Indonesia pada usia ke-64 tahunnya. Saya hanya khawatir bahwa teori kematian manusia yang biasa terjadi pada usia ke 63-65 tahun bakalan mampir ditempat kita dilahirkan. Saya takut kiriman bungan dengan tulisan “Turut berduka cita atas meninggalnya Republik Indonesia” akan memenuhi Istana Merdeka.
- * * -
Saya langsung tersadar. ketakutan saya terlalu berlebihan. Bukankah barusan saya telah mendapatkan pelajaran dari seekor Panda gemuk dalam sebuh film animasi, bahwa pintu itu masih terbuka. Bahwa harapan itu masih ada selagi kita masih percaya. Bukankah tidak ada “kebetulan” dalam perjalanan sejarah manusia dan alam semesta. Semua bakal berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan, itulah yang ingin disampaikan hukum ketertarikan (law of attraction) Michael J Losier. Segala sesuatu yang kita pikirkan dengan segenap perhatian, energy, dan konsentrasi pikiran, baik hal positif maupun negative akan datang ke dalam kehidupan kita. Tentu saja, setelah semuanya itu mendapatkan pengesahan dari Sang Penguasa.

Maka dimulai dari sebuah mimpi. Kita semua, kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, hitam-putih, harus memimpikan kesejahteraan Indonesia. Kita semua harus menjadi sang pemimpi! Setelah itu kita pun harus meyakini akan kebenaran mimpi kita dengan sepenuh keyakinan. Akhirnya nasib kita pun tidak akan berada disebuah tangan bernama kebetulan. Narasi besar bernama mimpi tadi kemudian kita wujudkan dengan kerja keras. Bersama-sama kita imani ayat ke-11 dari Ar-Ra’du yang ketika kita Indonesia-kan berbunyi akan mengantarkan kita kepada prinsip bahwa Sesungguhnya Alah tidak akan merubah nasib bangsa Indonesia, melainkan mereka sendiri yang akan merubahnya!

Harapan kosongkah? Saya rasa tidak. Lembaran-lembaran catatan sejarah telah mengatakannya. Selama kita pun berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kita, tidak akan ada yang tidak kita dapat. Detik-detik didepan kita adalah sebuah pilihan langkah yang tidak boleh salah. Kita harus banyak belajar dari sejarah. Akan kita dapatkan segala-galanya. Sejarah apa saja, bangsa hebat, agama hebat, peradaban-peradaban hebat, orang-orang hebat, bahkan sejarah hitam-putih bangsa kita sendiri. Yang penting adalah setiap kesempatan yang berpotensi kebaikan bagi Indonesia tidak boleh kita lewatkan begitu saja. Apa saja. Pesta demokrasi dalam Pemilu lima tahunan bangsa kita misalnya. Alangkah mubadzir-nya dana trilyunan yang kita keluarkan untuk sebuah aktifitas lima detik bernama pencoblosan, kalau darinya kita tidak mampu melahirkan seorang problem solver bagi permasalahan yang ada. Apalagi kalau sampai tidak memilih alias golput. Karena memilih atau tidak memilih, setiap orang yang berusaha diatas 17 tahun akan tetap mendapatkan satu buah kertas suara. Sekali lagi, maksimalkan setiap potensi yang mampu memberikan kebaikan bagi pertiwi.

Terlalu idealis? Bukankah sikap idealis tidak selamanya salah. Idealis-lah yang menyatukan pemuda-pemudi bangsa ini untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda, tonggak pergerakan nasional dalam merebut kemerdekaan. Sikap ini juga telah membuktikan “keampuhannya” ketika berhasil menggerakkan mahasiswa dan rakyat Indonesia laiinya untuk melahirkan Reformasi ’98, menghentikan kediktatoran 32 tahun Orde Baru, serta menuliskan sejarah baru bangsa. Lawan sikapnya adalah realistis. Inilah yang seharusnya diwaspadai. Andrea Hirata berpesan kepada kita. Hati-hati terhadap pola pikir realistis. Karena realistis sesungguhnya mengandung bahaya. Ia memiliki hubungan linear dengan perasaan pesismis. Realistis tak lain adalah pedal rem yang sering menghambat harapan orang.

Kalau sang Panda saja akhirnya mampu menjadi Ksatria Naga, maka Indonesia pun bisa menjadi guru peradaban bagi dunia. Percayalah.

0 komentar:

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger