Lahirkan Pemimpin Pemberani!



Bocah kecil itu tidak tahu apa-apa, melainkan satu hal; bermain. Dengan langkah yang gontai dia keluar rumah hendak menuju lapangan, tempat dimana teman-teman sebayanya sudah menunggu untuk bermain, menghabiskan masa kecil mereka dengan kenangan-kenangan indah. Tapi semua tiba-tiba berubah menjadi gelap ketika kaki mungilnya menginjak sebuah benda yang tak dikenalnya. BUMMM!!. Seketika itu pula dia bergabung dengan rekan-rekannya di surga firdaus-Nya.

Ya, Israel telah melakukan gencatan senjata. Mereka telah menghentikan perang terbuka kepada penduduk Gaza, namun semua itu dilakukan setelah terlebih dahulu mereka selesai menyebar benih-benih bom yang sewaktu-waktu bisa meledak. Mengenai siapa saja. Para mujahidin yang mempertahankan tanah mereka, wanita yang hendak pergi ke pasar, atau anak-anak kecil yang pergi di pagi hari ke sekolah mereka. Satu hal yang harus kita pahami bersama; Israel masih terus-menerus membantai saudara kita!

-**-

Negara itu dikenal sebagai negara tersubur di Afrika. Penghasilan dari lahan pertanian terlalu cukup untuk menghidupi penduduknya. Kerukunan hidup bertetangga terlihat meskipun memiliki beragam suku dan agama. Tapi semuanya berubah , ketika Israel “bermain” disana. Kaum terkutuk telah menghembuskan air permusuhan di Sudan. Akibatnya konflik berkepanjangan di Darfur pun memakan korban. Warga sipil kembali menanggung penderitaan.

Ternyata rencananya tidak sampai disitu saja. Israel ingin menyeret Presiden Umar Basyir ke Mahkamah Internasional dengan tuduhan genocide meskipun rencana ini belum berhasil.

Yang paling anyar, truk yang mengangkut imigran illegal dihajar oleh rudal Israel. 800 sipil kembali menjadi korban. Mau tahu jawaban enteng pejabat mereka?.” "Kami akan bertindak dimanapun kami bisa menyerang infrastruktur-infrastruktur terorisme, baik yang jaraknya dekat maupun yang jauh," tukas Olmert. Perdana Menteri Israel tersebut menyatakan bahwa Israel akan menyerang siapa saja yang dianggap musuh mereka. Perhatikan kalimat “yang dianggap musuh oleh mereka”. Artinya, korban akan terus berjatuhan!

-**-

Sementara itu, negara-negara Islam lainnya –sebagai sebuah instansi-, ataupun negara yang mayoritas penduduknya muslim, tidak mampu banyak berbuat. Hal paling mentok yang bida dilakukan hanyalah menyalurkan bantuan dan kecaman. Itupun dilakukan oleh rakyat! Tidak ada aksi politis lebih. Yang paling spektakuler justru dilakukan oleh Republik Sekuler Turki. Perdana menteri mereka, Edrogan, saat itu “menghajar” Simon Perez dihadapan Sekjen PBB, Ketua OKI, dan peserta pertemuan rutin negara-negara Eropa untuk membahas ekonomi.

Aksi kebiadaban Israel dan sekutunya hanya akan bisa dihentikan oleh kekuatan serupa. Kekuatan negara harus dilawan dengan negara pula. Organisasi-organisasi atau perkumpulan lainnya tidak akan bisa melakukan gertakan yang massif. Artinya, diperlukan kehadiran pemimpin-pemimpin yang pemberani dan memiliki keberpihakan kepada kebenaran dan keadilan. Ahmad Dinejad, Edrogan, ataupun Umar Basyir belumlah cukup. Pemimpin-pemimpin itu harus ada di setiap negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia. Mereka harus dilahirkan segera, sebelum korban kembali berjatuhan!

Semoga kita tidak kembali kehilangan moment untuk mendudukkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas pada pesta demokrasi 9 April nanti. Cuma ada satu pilihan; memilih pemimpin yang tepat, atau bocah-bocah Palestina harus kembali kehilangan masa kecil mereka, berkumpul di surga Allah.

3 komentar:

Mokhamad Rifqie mengatakan...

sampai kapanpun selama sistemnya demokrasi, saya ragu akan muncul pemimpin pemberani...

monggo ditelaah sendiri kira kira korelasinya apa..

mnrt saya memilih pemimpin atau wakil rakyat berdasarkan popularitas itu sedikit konyol bro...

dan demokrasi sendiri membuat suara 1 tukang becak sama dengan suara 1 doktor...

mundur jauh ke belakang, mari kita sama2 mempertanyakan konsep negara itu sendiri...

jgn2 kalo gak ada negara malah justru lebih damai, hehehehe...

sidiq nugroho mengatakan...

betul...fakta empiris mengatakan bahwa pemimpin2 pemberani, sejak orde Umar bin Khattab sampai sekarang (termasuk Hitler) tidak dilahirkan oleh sang demokrasi. sistem Islam (syuro) lebih dekat ke arah benar.

tapi bagaimanapun kita sudah "ditakdirkan" untuk hidup dengan demokrasi bro, M.Natsir aja akhirnya sepakat. demokrasi tiu ibarat mangkuk kosong, tinggal bagaimana kita mengisinya dengan makanan yang menarik agar bisa memuaskan orang dan diri kita sendiri.

ente menolak demokrasi, tapi justru mengajukan komunitas tanpa negara, wah bahaya tu...artinya nanti akan tampil orang-orang kapitalis sebagai pemimpin kita malah. komunitas massa yang berbassis pasar.

makasih dah mampir

Mokhamad Rifqie mengatakan...

memang bisa jadi demikian, tapi apakah dengan adanya negara menjadi jaminan KAPITALISME bisa dikekang?

saya kira tidak, yang ada malah konsep saling membebani dan membutuhkan satu sama lain...

negara punya pasar yang dibutuhkan para capital owner, begitu juga dengan kapitalisme, punya unlimited resources yang berupa fulus buat majuin ekonomi suatu negara...

aq mikirnya gini c, jauh, jauh...bgt sebelum ada konsep negara, jgn2 peradabannya justru lebih beradab dari sekarang???

peperangan, politik luar negeri yang cenderung ekspansif dan mendominasi, agresi militer, pemusnahan ras dan segala macam kebusukan yang ada gara gara konsep sebuah negara menjadi alasan saya untuk kembali mempertanyakan manfaat adanya negara diq...

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger